Anda pasti pernah membaca
istilah kebekuan politik. Kebekuan politik yaitu belum adanya hubungan dan
komunikasi yang harmonis antara pihak yang kalah dan menang sesudah pemilu.
Sebuah kasus yang bisa saja menjadi borok politik dan membelah
kesatuan warga. Pemilu 9 Juli 2014 yang lalu ternyata masih menyisakan berbagai
perasaan yang kurang mengenakkan bagi pihak yang kalah. Ada yang kecewa, sakit
hati, frustasi dan masih banyak lagi sifat-sifat buruk lainnya yang tidak bisa
dilihat oleh mata namun dapat dirasakan dengan hati.
Rasanya hampir mustahil dari pihak yang dikalahkan dalam pemilu
secara beramai-ramai atau dalam suatu acara khusus, mengucapkan selamat mau
merukunkan diri untuk berkerja sama dan bersama-sama membangun Indonesia yang
lebih baik. Tidak mudah untuk melakukan ini. Adalah seorang Jokowi yang mampu
melakukan itu. Menyambangi satu-persatu lawan politiknya untuk berdialog dari
hati ke hati, adalah tindakan bijaksana dan cirikhas seorang negarawan yang
baik.
Penulis salut dengan Jokowi. Kesederhanaan hati yang dimilikinya
ternyata sangat mudah untuk beradaptasi. Sebaliknya kesombongan, sikap keras
kepala tidak mau mengalah dan ambisius terhadap uang dan kekuasaan, ternyata
sangat sulit untuk beradaptasi. Apresiasi juga patut disampaikan kepada Prabowo
Subianto. Setelah menunggu proses politik yang panjang, akhirnya beliau mampu
menerima kekalahan dengan legowo, dan turut menyampaikan salam selamat untuk
pemenang.
Semoga ini menjadi pembelajaran berharga bagi kita bahwa anugerah
terbesar yang harus dipelihara dengan baik dalam hidup ini adalah sikap rendah
dan mau merukunkan diri. Persoalan politik sudah berlalu. Persoalan politik
bukanlah akhir dari segala-galanya. Diluar sana sudah banyak orang menunggu
untuk kehidupan yang lebih baik. Diluar sana banyak yang menunggu untuk
terbentuknya kerjasama yang harmonis. Tidak saling jegal, tidak ada dendam dan
kembalilah ke jalan yang benar untuk menyongsong masa depan Indonesia yang
lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar